TEORI-TEORI HUKUM ISLAM D INDONESIA
A.
LATAR BELAKANG MUNCULNYA TEORI
Islam telah diterima oleh bangsa Indonesia jauh sebelum penjajah
dating ke Indonesia. Waktu penjajah Belanda dating ke Indonesia, (Hindia
Belanda), bangsa Indonesia telah menyaksikan kenyataan bahwa di Hindia Belanda
telah menganut sistem hukum, yaitu agama yang dianut di Hindia Belanda, seperti
hukum islam, hindu budha, dan nasrani serta hukum adat bangsa Indonesia.
Berlakunya hukum islam bagi sebagian
besar penduduk Hindia Belanda, berkaitan dengan mnculnya kerajaan-kerajaan
islam setelah runthnya Majapahit pada sekitar tahun 1581. Walaupun pada mulanya
kedatangan Belanda yang notabene beragama Kristen protestan ke Indonesia tidak
ada kitannya dengan masalah hukum (agama), namun pada perkembangan selanjutnya,
berkaitan dengan kepentingan penjajah, akhirnya mereka tidak bias menghindari
persentuhan masalah hukum dengan penduduk pribumi. Berhubungan dengan masalah
hukum adat di Indonesia dan hukum agama bagi masing-masing pemeluknya,munculah
beberapa teori-teori hukum diantaranya adalah teori receptio in complexu dan
teori receptie yang muncul sebelum kemerdekaan Indonesia. Tiga teori lainnya,
yaitu teori receptie exit, receptie a contrario, dan teori eksistensi muncul
setelah Indonesia merdeka.
Teori Receptio in Complexu ini, dipelopori oleh Lodewijk Willem
Christian van den Berg tahun 1845-1925. Teori receptio in Complexu
menyatakan bahwa bagi setiap penduduk berlaku hukum agamanya
masing-masing. Bagi orang Islam berlaku penuh
hukum Islam sebab ia telah memeluk agama Islam. Teori Receptio in Complexu ini
telah diberlakukan di zaman VOC sebagaimana terbukti dengan dibuatnya berbagai
kumpulan hukum untuk pedoman pejabat dalam menyeleaikan urusan-urusan hukum rakyat
pribumi yang tinggal di dalam wilayah kekuasaan VOC yang kemudian dikenal sebagai
Nederlandsch Indie. Cotohnya, Statuta Batavia yang saat ini desebut Jakarta
1642 pada menyebutkan bahwa sengketa warisan antara pribumi yang beragama islam
harus diselesaikan dengan mempergunakan hukum islam, yakni hukum yang
dipergunakan oleh rakyat sehari-hari. Untuk keperluan ini, D.W Freijer menyusun buku
yang memuat hukum perkawinan dan hukum kewarisan islam.
2.
Teori
Receptie
Teori Receptie dipelopori oleh Christian Snouck Hurgronje dan
Cornelis van Volenhoven pada tahun 1857-1936. Teori ini dijadikan alat oleh Snouck Hurgronye
agar orang-orang pribumi jangan sampai kuat memegang ajaran Islam dan hukum
Islam. . Jika mereka berpegang terhadap ajaran dan hukum Islam, dikhawatirkan
mereka akan sulit menerima dan dipengaruhi dengan mudah oleh budaya barat. Teori ini bertentangan dengan Teori Reception in Complexu. Menurut
teori recptie, hukum islam tidak secara otomatis berlaku bagi orang islam.
Hukum islam berlaku bagi orang islam jika sudah diterima atau diresepsi oleh
hukum adat mereka. Oleh karena itu, hukum adatlah yang menentukan berlaku
tidaknya hukum islam. Sebagai contoh teori recptie saat ini di Indonesia
diungkapkan sebagai berikut.
Hukum islam yang bersumber dari Al-qur’an dan hadits hanya sebagian
kecil yang mmpu dilaksanakan oleh orang islamdi Indonesia. Hukum pidana islam
yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadits tidak mempunya tempat eksekusi bila
hukum yang dimaksud tidak diundangkan di Indonesia. Oleh karena itu, hukum
pidana islam belum pernah berlaku kepada pemeluknya secara hukum ketatanegaraan
di Indonesia sejak merdeka sampai saat ini. Selain itu, hukum islam baru dapat
berlaku bagi pemeluknya secara yuridis formal bila telah diundangkan di
Indonesia. Teori
ini berlaku hingga tiba di zaman kemerdekaan Indonesia.
3.
Teori Receptie Exit
Teori Receptie Exit diperkenalkan oleh Prof.
Dr. Hazairin, S.H. Menurutnya setelah Indonesia merdeka, tepatnya setelah
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan Undang-Undang Dasar 1945 dijadikan
Undang-Undang Negara Republik Indonesia, semua peraturan perundang-undangan
Hindia Belanda yang berdasarkan teori receptie bertentangan dengan jiwa UUD
’45. Dengan demikian, teori receptie itu harus exit alias keluar dari tata
hukum Indonesia merdeka.
Teori Receptie bertentangan dengan al-Qur’an
dan Sunnah. Secara tegas UUD ’45 menyatakan bahwa “Negara berdasar atas
Ketuhanan Yang Maha Esa” dan “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk
untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya itu.” Demikiandinyatakan dalam pasal 29 (1) dan (2). Menurut
teori recptie exit, pemberlakuan hukum islam tidak harus didasarkan pada hukum
adat. Pemahaman demikian kebih dipertegas lagi, antara lain dengan berlakunya
UU No. 1 tahun 1974tentang perkawinan, yang memberlakukan hukum islam bagi
orang islam (pasal 2 ayat 1), UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan
Agama,Instruksi presiden No. 1 tahun 1991 tentang Kompulasi Hukum Islam di
Indonesia (KHI).
4.
Teori Receptie A Contrario
Teori Receptie Exit yang diperkenalkan oleh
Hazairin dikembangkan oleh Sayuti Thalib, S.H. dengan memperkenalkan Teori
Receptie A Contrario. Teori Receptie A Contrario yang secara harfiah berarti
lawan dari Teori Receptie menyatakan bahwa hukum adat berlaku bagi orang Islam
kalau hukum adat itu tidak bertentangan dengan agama Islam dan hukum Islam. Sebagai
contoh, umpamanya di Aceh, masyarakatnya menghendaki agar soal-soal perkawinan
dan soal warisan diatur berdasarkan hukum islam. Apabila ada ketentuan adat
boleh saja dipakai Selma itu tidak bertentangan dengan hukum islam. Dengan
demikian, dalam Teori Receptie A Contrario, hukum adat itu baru berlaku kalau
tidak bertentangan dengan hukum Islam. Inilah Sayuti Thalib dengan teori
reception a contrario.
5.
Teori Eksistensi
Sebagai
kelanjutan dari teori recptie exit dan teori recepio contrario, menurut
Ichtijanto S.A, muncullah teori eksistensi. Teori eksistensi adalah teori yang
menerangkan adanya hukum islam dan hukum Nasional Indonesia. Menurut teori ini,
eksistensi atau keberadaan hukum islam dan hukum nasional itu ialah:
a.
Ada, dalam arti hukum islam berada dalam hukum
nasional sebagai bagian yang integral darinya.
b.
Ada, dalam arti adanya kemandiriannya yang
diakui berkekuatan hukum nasional dan sebagai hukum nasional.
c.
Ada dalam hukum nasional, dalam arti norma
hukum islam sebagai penyaring bahan-bhan hukum nasional Indonesia.
Berdasarkan teori eksistensi diatas, mka
keberadaan hukum islam dalam tata hukum nasional, merupakan suatu kenyataan
yang tidak dapat dibantah adanya. Bahkan lebih dari itu, hukum islam merupakan
bahan utama dari hukum nasional.
1 komentar:
tampilan blogmya sangat menarik :)
Posting Komentar